MAKALAH TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN
“Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu panen”
Disusun Oleh:
No |
Nama |
Nim |
|
Ary Teguh Wicaksono |
11.31.12454 |
|
Ahmad Saukani |
11.31.13241 |
|
Risa Putri Tantia Sari |
11.31.13124 |
|
Mirna Yanti |
11.31.13025 |
|
Leo Candra |
11.31.13028 |
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit pertama kali ditemukan di negara Afrika Barat dan tanaman ini disebut sebagai tanaman tropikal. Selain di Afrika Barat tanaman kelapa sawit ini banyak juga di temukan di Afrika Selatan serta negara-negara tetangga seperti Malaysia, Pantai Gading, Thailand, Papua Nugini, Brazilia dan juga negara-negara lainnya. Indonesia merupakan produsen terbesar kedua kelapa sawit setelah malaysia, diperkirakan pada tahun 2008 Indonesia merupakan produsen kelapa sawit di dunia (Pahan, 2006).
Keberhasilan pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia tidak terlepas dari ketersediaan faktor pendukung, salah satu diantaranya ketersediaan bahan tanam unggul kelapa sawit. Sumber resmi benih kelapa sawit unggul antara lain: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT Socfindo, PT London Sumatera (Anonim, 2007).
Kelapa sawit termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor mengivestasikan modalnya untuk membangun perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Selama tahun 1990-2000, luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha atau meningkat 21,5% jika dibandingkan akhir tahun 1990 yang hanya 11.651.439 ha. Rata-rata produktivitas kelapa sawit mencapai 1,396 ton/ha/tahun untuk perkebunan rakyat dan 3,50 ton/ha/tahun untuk perkebunan besar. Produktivitas kelapa sawit tersebut dinilai cukup tinggi bila dibandingkan dengan produktivitas komoditas perkebunan lain (Fauzi, dkk, 2004).
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) banyak tumbuh subur di daerah yang memiliki iklim tropis. Pada daerah ini matahari bersinar sepanjang hari dengan curah hujan yang cukup tinggi serta rata-rata suhu 22°C sampai 32°C pada ketinggian 500 m dari permukaan laut. Kondisi ini memungkinkan kelapa sawit sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan lahan yang cukup luas.
Di Indonesia sendiri kelapa sawit tersebar di beberapa wilayah diantaranya pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Khusus untuk sulawesi, salah satunya terdapat di daerah Gorontalo tepatnya di Kabupaten Gorontalo Kecamatan Pulubala Desa Molamahu yang dikelola oleh PT. Lembah Hijau Group yang sementara ini masih dalam tahap pembibitan (Pre Nursery dan Main Nursery) dengan jumlah 368.000 bibit. Varietas yang digunakan yakni varietas sriwijaya yang berasal dari hasil persilangan antara varietas dura x pasifera. PT. Lembah Hijau Group yang bergerak di bidang budi daya tanaman kelapa sawit, telah memberikan kontribusi nyata bagi pemerintah dan masyarakat Molamahu yang pada awalnya hidup di bawah garis kemiskinan dan serba terbatas kini telah bisa merasakan kehidupan yang tergolong sejahtera.
Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah bahan perbanyakan tanaman berupa bibit, untuk itu perlu adanya pengawasan bibit yang baik antara lain di pembibitan awal (Pre Nursery) dan di pembibitan utama (Main Nursery).Pada pembibitan ini, perlu adanya pengamatan secara visual terhadap penampilan bibit dengan cara membandingkan bibit normal dengan bibit abnormal yang diakibatkan oleh faktor kultur teknis dan faktor genetik.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis simpulkan yaitu
- Mutu panen dapat dipengaruhi oleh faktor apa saja?
- Apakah faktor iklim, jenis tanaman, umur tanaman, cara panen, kultur teknis, dan serana jalan serta transportasi juga termasuk dalam faktor yang mempengaruhi mutu panen?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu panen tanaman sawit.
BAB II
PEMBAHASAN
Faktor- faktor yang mempengaruhi mutu panen kelapa sawit
2.1. Jenis dan Umur Tanaman Kelapa Sawit.
Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
Dura memiliki cangkang tebal (3-5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15-17%.
Tenera memiliki cangkang agak tipis (2-3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21-23%.
Pisifera memiliki cangkang yang sangat tipis, tetapi daging buahnya tebal dan bijinya kecil. Rendemen minyaknya tinggi (lebih dari 23%). Tandan buahnyahampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit.
2.2. Iklim Lingkungan
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa sawit secara umum adalah sebagai berikut :
1. Curah Hujan
Tanaman Kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500 – 4.000 mm per tahun, tetapi curah hujan optimal 2.000 – 3.000 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan vegetatif lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau buah yang terbentuk relatif lebih sedikit. Namun curah hujan yang terlalu tinggi kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan kebun karena mengganggu kegiatan di kebun seperti pemeliharaan tanaman, kelancaran transportasi, pembakaran sisa-sisa tanaman pada pembukaan kebun, dan terjadinya erosi.
Contoh Keadaan curah hujan yang baik adalah di kawasan Sumatera utara, yakni berkisar antara 2.000 – 4.000 mm per tahun, dengan musim kemarau jatuh pada bulan juni sampai september, tetapi masih ada hujan turun yang menyediakan kebutuhan air bagi tanaman. Keadaan iklim yang demikian mendorong kelapa sawit membentuk bunga dan buah secara terus menerus, sehingga diperoleh hasil buah yang tinggi.
Di jawa, tanaman kelapa sawit berkembang di daerah Banten Selatan yang iklimnya relatif cukup basah. Sedangkan di Indonesia bagian timur, misalnya di Kalimantan Timur, yang musim kemaraunya tegas dan berlangsung selama 4-5 bulan seringkali menyebabkan kerusakan bahkan kematian pada tanaman kelapa sawit.
Keadaan curah hujan yang kurang dari 2.000 mm per tahun tidak berarti kurang baik bagi pertumbuhan kelapa sawit, asal tidak terjadi defisit air yaitu tidak tercapainya jumlah curah hujan minimum yang
2. Suhu dan Tinggi Tempat
3. Kelembapan dan Penyinaran Matahari
2.3. Hama dan Penyakit
Tanaman kelapa sawit dapat diserang oleh berbagai hama dan penyakit tanaman sejak di pembibitan hingga di kebun pertanaman. Hama dan penyakit dapat merusak bibit, tanaman muda yang belum menghasilkan (TBM) maupun tanaman yang sudah menghasilkan (TM).
Beberapa jenis hama dan penyakit dapat menimbulkan kerugian yang besar pada bibit, tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Oleh karena itu, pengendalian terhadap hama dan penyakit perlu dilaksanakan secara baik dan benar.
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilaksanakan secara manual, kimia, atau biologis sesuai dengan hama dan penyakit yang menyerang. Selain serangan hama yang tergolong jenis serangga, bibit dan tanaman muda juga sering diserang oleh hewan besar jenis mamalia terutama bila kebun kelapa sawit dibuka pada lahan yang sebelumnya berupa hutan, baik hutan primer maupun hutan sekunder.
- Hama
Hama yang biasa menyerang tanaman kelapa sawit biasanya terbagi menjadi hama perusak akar, hama perusak daun, hama perusak tandan buah.
1. Hama Perusak Akar.
Hama yang sering merusak akar kelapa sawit adalah nematoda Rhadinaphelenchus cocophilus. Gangguan nematoda ini dijuluki red ring disease. Hama ini menyerang akar tanaman kelapa sawit. Gejala – gejala umum dari kelapa sawit yang terserang adalah pusat mahkota mengerdil dan daun – daun baru yang akan membuka menjadi tergulung dan tumbuh tegak. Daun berubah warna menjadi kuning kemudian mengering. Tandan bunga membusuk dan tidak membuka sehingga tidak menghasilkan buah.
2. Hama Perusak Daun
Ada beberapa jenis hama yang merusak daun tanaman kelapa sawit, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Kumbang Tanduk (Oryctes rhynoceros)
Kumbang tanduk banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman muda yang baru ditanam hingga berumur 2-3 tahun. Kumbang dewasa (imago) masuk kedaerah titik tumbuh ( pupus ) dengan membuat lubang pada pangkal pelepah daun muda yang masih lunak.
Pengendalian hama kumbang tanduk lebih diutamakan pada upaya pencegahan (preventif), yaitu menghambat perkembangan larva dengan mengurangi kemungkinan kumbang bertelur pada medium yang tersedia, yakni dengan cara sebagai berikut :
- membakar sampah – sampah dan bagian pohon yang mati, agar larva hama terbakar dan mati
- mempercepat tertutupnya tanah dengan tanaman penutup tanah dengan tanaman penutup tanah agar dapat menutup bagian – bagian batang hasil tebangan pada saat pembukan lahan yang membusuk di lokasi kebun
- Pemberian bahan pengusir, misalnya kapur barus yang diletakkan pada batang kelapa sawit yang mulai membusuk (pada pembukaan ulangan).
b. Ulat Setora (Setora nitens)
Ulat setora muda memakan anak – anak daun dari tanaman muda dan tanaman sudah menghasilkan yang berumur antara 2-8 tahun. Hama ini kadang – kadang memakan daun kelapa sawit hingga ke lidinya.
Pengendalian Hama ulat setora dapat dilakukan secara hayati dan secara kimia. Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasit telur yaitu lebah Trichogrammatidae I dan lebah Ichneumonidae, serta perusak kokoh yaitu lalat Tachinidae
c. Ulat Siput (Darna trima Mooore)
Ulat Darna trima menyerang daun kelapa sawit, terutama pada tanaman muda, meskipun sering pula menyerang daun pada tanaman dewasa. Serangan yang hebat dapat menimbulkan kerusakan berat dan dapat dijumpai jumlah ulat yang tinggi pada setiap pelepah kelapa sawit.
Pengendalian ulat Darma trima dapat dilaksanakan secara kimia dan hayati. Pengendalian secara kimia dilakukan dengan menyemprot tanaman yang terserang dengan insektisida. Pengendalian secara hayati dapat menggunakan musuh alami seperti parasit ulat yaitu lebah Broconidae, meskipun hasilnya tidak seefektif cara kimia.
d. Serangga Asinga (Sethothosea Asigna)
Ulat dari hama ini menyerang daun kelapa sawit terutama daun yang menyerang dalam keadaan aktif, yaitu daun nomor 9 – 25. Hama ini merupakan salah satu hama utama yang menyerang tanaman kelapa sawit di sentra perkebunan kelapa sawit Sumatera Utara.
Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara kimia dan secara hayati. Pengendalian secara kimia dapat menggunakan insektisida, pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami.
b. Penyakit
1. Penyakit Tajuk (Crown disease)
Biasanya menyerang tanaman kelapa sawit yang berumur 2-3 tahun. Bagian yang diserang adalah pucuk yang belum membuka. Penyakit ini tidak bisa diberantas, tetapi hanya bisa dilakukan pembuangan bagian yang terserang untuk memperbaiki bentuk tajuk dan mencegah infeksi dari jamur Fusarium sp.
2. Basal Steam Rot
Penyebabnya adalah Ganoderma sp. Gejala pada tingkat serangan pertama secara visual sukar diamati. Pada tingkat yang lebih lanjut, cabang daun bagian atas terkulai, selanjutnya pohon akan mati. Pemberantasan yang efektif sampai sekarang belum ada.
- Marasmius
Penyakit marasmius dapat menggagalkan atau merusak pembentukan buah. Pemberantasan dilakukan dengan membersihkan pohon.
2.4.Kultur Teknis
a. Bahan kultur teknis
Bahan kultur teknis menggunakan pohon induk yang dipilih dari hasil persilangan pohon ibu dan pohon bapak tebaik dari varietas Deli Dura X Pisifera. Kriteria pemilihan pohon induk yang akan digunakan sebagai sel-sel pembiakan atau ortet adalah sebagai berikut :
1). Persilangan terpilih harus berproduksi 7 -9 ton minyak sawit/hektar/tahun dan pohon yang dipilih memiliki potensi produksi 9 – 11 ton minyak/hektar/tahun.
2). Kandungan asam lemak tidak jenuh di atas 54%
3). Bebas penyakit tajuk (crown disease).
4). Peninggian pohon berkisar antara 40 – 55 cm per tahun.
b. Media
Media untuk tempat menumbuhkan sel – sel pembiak adalah komponen yang tersusun dari senyawa kimia yang mampu mendukung perkembangan dan pertumbuhan jaringan. Media tumbuh ini terdiri atas unsur – unsur hara makro, mikro, protein, vitamin, mineral, dan hormon pada dosis tertentu sehingga memberikan hasil optimum bagi perkembangan jaringan.
c. Metode
Seperti telah dikemukakan di atas, perbanyakan bahan tanaman melalui kultur jaringan dapat menggunakan teknologi Inggris (Unilever) atau teknologi perancis (CIRAD – CP). Metode pembiakan kultur jaringan yang dilaksanakan oleh PPKS Medan adalah metode CIRAD – CP yang dilaksanakan melalui lima tahap kegiatan sebagai berikut.
Bahan biakan adalah daun kelapa sawit yang manis muda (daun ke – 4, ke – 5, ke – 6 atau ke – 7) dan masih aktif. Daun Kelapa sawit tersebut diiris melintang berukuran 1 cm. Dari satu pohon induk dapat diperoleh sebanyak 1.200 bahan biakan atau eksplan.
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan embrio dari kalus berbeda – beda, tergantung pada klon yang digunakan.
Embrio muda dipindahkan ke media baru untuk pematangan sekaligus perbanyakannnya. Embrio tersebut dipelihara di dalam ruang pembiakan dengan intensitas cahaya 1.000 gross lux suhu 270C dan kelembaban udara 50% – 60%. Pematangan embrio membutuhkan waktu 2 – 4 bulan. Kemampuan pembiakan embrio dari setiap klon berbeda, tetapi tidak ada hubungannya dengan jenis persilangan. Pada embrio yang sudah matang (mature) dapat ditumbuhi – pupus, embrio juga didapat sebagai stock atau koleksi dalam tabung penyimpanan dengan teknik krioperservasi.
Embrio yang terpilih untuk penumbuhan pupus dipindahkan ke dalam media baru, dikulturkan di dalam ruang pembiakan dengan intensitas cahaya 1.000 gross lux, suhu 300C, dan kelembaban 50 – 60%. Penumbuhan pupus membutuhkan waktu 2 – 4 bulan.
Pupus yang tumbuh dalam satu kelompok diseleksi untuk penumbuhan akar. Pupus yang mempunyai ukuran lebih dari 6 cm disapih dari kelompoknya dan dimasukkan ke dalam media induksi akar. Pupus yang masih berukuran kecil dipelihara kembali dalam media penumbuhan pupus.
- Pembiakan Secara Pembibitan
Pembibitan klon meliputi pembibitan awal (pre nursery) selama 3 bulan dan pembibitan utama (main nursery) selama 9 bulan. Sebelum pembibitan awal dilakukan, planlet (tanaman baru) perlu melewati fase aklimatisasi, yaitu proses adaptasi planlet dari kondisi laboratorium menjadi kondisi lingkungan alami di luar.
2.5. Cara Panen
Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umum dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman dengan ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Cara egrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m dengan menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk memudahkan pemanenan, sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan diatur rapi di tengah gawangan.
2.6. Sarana Jalan dan Transportasi
- Sarana Panen
Sarana yang diperlukan untuk pemanenan antara lain jalan panen, tangga panen, titi panen dan TPH. Peralatan yang digunakan adalah dodos, kampak, egrek, dan galah. Persiapan sarana panen seperti pengerasan jalan, pembuatan titi/tangga panen, jalan panen (pikul), dan Tempat Pengumpulan Hasil (TPH).
Tanaman kelapa sawit yang timbul dengan baik biasanya sudah bisa di panen pada umur 36-48 bulan. Sebelum panen dimulai harus ada peringanan – peringanan sarana dan prasarana yang meliputi :
- TPH
Suatu tempat yang di buat khusus untuk mengumpulkan hasil panen (TBS) dan brondolan dari dalam blok.
Harus sudah ada dalam jumlah sesuai kebutuhan 1 bulan sebelum panen di mulai
- Ukuran TPH adalah 2 x 5 m – 3 x 6 m
- Lebar : 2 – 3 m
- Panjang : 5 – 6 m
- Jumlah TPH 1 untuk 1 ha areal atau 1 TPH setiap 6 baris tanaman
- lelak TPH adalah pada bagian gawapan tanaman terluas bukan pada bagian jalan
- tingsi permukaan TPH minimal sama dengan fungsi permukaan jalan
- Permukaan TPH harus rata dan memiliki parit yang memadai
- TPH tidak boleh dibuat pada daerah tanyakan /turunan
- Setap TPH harus di beri identitas dengan rata – rata yang memuat nomor TPH, blok dan tahun tanaman
2. Jalan Panen / Path
Jalan diantara dua barisan tanaman yang digunakan untuk lalulintas pengangkutan hasil panen dari dalamblok ke TPH
- Lebar 1,2 – 1,5
- Letaknya searah barisan tanaman untuk areal dalam dan mengikuti kontur untuk areal berbukit
- Setiap 2 barisan tanaman harus ada satu jalan panen
- Jalan panen harus bebas dari tunggul /kayu-kayuan maupun gulma lainnya
- Jalan panen harus sudah tersedia / selesai pembuatannya satu bulan sebelum panen di mulai
- Pengelolaan Pengangkutan
Transportasi TBS ke PKS merupakan kegiatan penting dalam usaha perkebunan kelapa sawit, keterlambatan (restan) pengangkutan TBS ke PKS akan mempengaruhi proses pengolahan, kapasitas olah, dan mutu produk akhir. Kadar ALB akan semakin meningkat seiring lamanya buah menginap, sedangkan kadar minyak akan semakin turun (Lubis, 1992) oleh sebab itu sebaiknya buah segera dikirim ke PKS pada hari itu juga. Pengangkutan TBS ke TPH harus dilakukan secara hati – hati karena pengangkutan TBS ke TPH dapat meningkatkan ALB akibat guncangan dan penggoresan saat menaikkan dan menurunkan buah.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu panen kelapa sawit adalah jenis dan umur tanaman, iklim dilingkungan, hama dan penyakit, kultur teknis, cara panen, sarana jalan dan transportasi.
Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 130 Lintang Utara dan 120 Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Keadaan iklim yang dikehendaki oleh kelapa sawit. Hama pada tanaman kelapa sawit adalah Hama Perusak Akar, Hama Perusak Daun dan Penyakit pada tanaman kelapa sawit adalah Penyakit Tajuk (Crown disease), Marasmius, Basal Steam Rot. Sarana yang diperlukan untuk pemanenan antara lain jalan panen, tangga panen, titi panen dan TPH.